Rabu, 8 Desember 2021 – Fungsi pengawasan internal harus mampu mengawal ketercapaian target-target kementerian secara efektif, efisien dan tentu saja akuntabel. Inspektorat Jenderal Kementerian Perindustrian memiliki kewajiban menyusun perencanaan pengawasan yang salah satunya adalah menyusun kebijakan pengawasan intern. Hal ini sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 52 Tahun 2018 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di lingkungan Kementerian Perindustrian.
Kebijakan pengawasan intern tahun 2022 ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 1847 Tahun 2021 dan diarahkan untuk Mencapai target Kemenperin sesuai RIPIN, RPJMN, serta Renstra. “Berdasarkan kebijakan pengawasan, terdapat empat hal yang menjadi sasaran utama pelaksanaan pengawasan, yaituprogram prioritas nasional, program prioritas Kemenperin, efektivitas implementasi manajemen risiko dalam pelaksanaan program/kegiatan, serta reformasi birokrasi di lingkungan Kemenperin,” kata Inspektur Jenderal Kemenperin Masrokhan di Surabaya, Rabu (8/12).
Untuk mencapai sasaran pengawasan internal tersebut, maka pengawasan dilaksanakan melalui dua strategi utama, yaitu pengawasan yang bersifat preventif (pencegahan) melalui kegiatan penjaminan mutu (Assurans Activity) serta pemberian konsultasi, advise serta pendampingan (Consulting Activity).
Selain pengawasan yang bersifat pencegahan, Itjen Kemenperin tetap melaksanakan pengawasan setelah pelaksanaan kegiatan dalam rangka penjaminan mutu (Assurans Activity). Dalam pelaksanaanya, pengawasan intern akan dilakukan sejak tahap perencanaan kegiatan melalui review perencanaan, tahap pelaksanaan kegiatan, sampai tahap pasca-pelaksanaan kegiatan melalui kegiatan pengawasan yang sifatnya assurance, consulting, maupun pencegahan tindak pidana korupsi.
“Dapat kami sampaikan di sini bahwa pengawasan akan dititkberatkan pada tahap perencanaan serta pelaksanaan kegiatan,” ujarnya. Hal ini sejalan dengan transformasi pengawasan intern, di mana pengawasan intern harus mampu menjadi early warning system bagi organisasi, tidak semata-mata berperan sebagai “Watchdog”.
Untuk tahun 2022, kegiatan pengawasan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan pengawasan yang bersifat mandatori serta kegiatan pengawasan yang bersifat non-mandatory. Kegiatan pengawasan yang bersifat pelimpahan kewenangan (mandatori), di antaranya adalah review, terdiri dari review perencanaan anggaran (RKAKL), Laporan Keuangan, dan BMN.
Kemudian, evaluasi atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan reviu LAKIP, penilaian mandiri pembangunan zona integritas (ZI), serta penilaian indeks manajemen risiko (MRI), SPIP dan pemantauan rencana aksinya.
Sedangkan kegiatan pengawasan yang bersifat non-mandatory, di antaranya adalah Consulting Manajemen Risiko. Kegiatan ini dapat berbentuk sosialisasi, bimbingan, pendampingan, pemberian saran / petunjuk, konsultasi, pelatihan-pelatihan dan survei.
Selanjutnya, kajian isu aktual program prioritas dan tematik, telaah sejawat internal dan eksternal, pendampingan pemeriksaan eksternal oleh BPKP, audit kinerja maupun audit khusus, monitoring dan evaluasi (Monev) kebijakan bidang perindustrian, serta pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan/ pemeriksaan (TLHP), baik internal atau eksternal.
Fokus pengawasan yang akan dilaksanakan di tahun 2022 tersebut diterjemahkan lebih lanjut menjadi tema-tema pengawasan yang mencakup kegiatan di seluruh Unit Kerja Eselon I Kemenperin. Adapun untuk Satker di Surabaya, yaitu Baristand, BDI dan BPIPI Sidoarjo, pengawasan akan dilakukan terhadap berbagai kegiatannya.
Di Baristand Surabaya, pengawasan akan dilakukan terhadapkesiapan dalam melakukan pengujian dan sertifikasi SNI, evaluasi pelaksanaan pengawasan LS-Pro, evaluasi pelaksanaan pengawasan SNI Wajib. Di BDI Surabaya, meliputi audit Kinerja Penyelenggaraan Pelatihan Vokasi Industri Berbasis Kebutuhan Industri, serta evaluasi kebijakan dalam rangka mempersiapkan kelembagaan Inkubator bisnis industri pada lembaga pendidikan dan pelatihan industri. Sedangkan di BPIPI Sidoarjo, audit penumbuhan dan pengembangan wirausaha baru.
Pada kesempatan yang sama, Irjen Kemenperin menambahkan, dalam rangka mencapai empat sasaran pengawasan intern, perlu adanya kesepamahaman serta sinergi yang cantik antara Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan Unit Kerja.
Sebagai langkah awal terkait dengan sinergi tersebut, dalam kegiatan rakorwas beberapa waktu yang lalu, telah ditandatangani suatu komitmen bersama antara Itjen dengan Unit Kerja yang dituangkan dalam bentuk “Bali Commitment”, sekaligus merupakan piagam audit (Audit Charter). Dalam Bali Commitment tersebut, terdapat hal-hal yang merupakan hak dan kewajiban Unit Kerja, sekaligus hak dan kewajiban Itjen dalam melakukan pengawasan.
Selain itu, guna menunjang efektivitas pengawasan intern, Itjen Kemenperin sedang mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan atau (SI-Nga). Melalui (SI-Nga), diharapkan pengawasan tidak lagi dilakukan secara tradisional saja, akan tetapi bisa juga dilaksanakan secara online dan realtime, sehingga tujuan sebagai early warning system benar-benar bisa diimplementasikan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan aplikasi yang terintegrasi dengan sistem yang selama ini sudah ada di Kementerian Perindustrian. “Yang terpenting agar (SI-Nga) benar-benar bisa berfungsi sebagai alat bantu, dan tidak memberatkan unit kerja serta Itjen dalam menggunakannya,” pungkas Irjen Kemenperin.