Pengajar merupakan komponen yang dominan dalam proses pembelajaran. Menurut Cruischank (1990) kinerja pengajar yang berpengaruh langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja ketika di kelas. Hasil penelitian Sudjana (2002 dalam Sukandi, 2011) menunjukkan kemampuan pengajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar diantaranya kemampuan mengajar (32,43%), penguasaan materi (32,38%) dan sikap pengajar terhadap mata pelajaran (8,60%). Sesuai hasil penelitian ini terlihat bahwa kemampuan minimal yang harus dipenuhi agar memberikan hasil optimal diantaranya kemampuan mengajar dan penguasaan materi.
Kualitas tenaga pengajar di Balai Diklat Industri Surabaya dievaluasi melalui bantuan para peserta diklat. Setiap akhir sesi materi, para peserta diklat diberikan Lembar Evaluasi Instruktur/ Widyaiswara untuk diisi penilaiannya. Lembar evaluasi ini memuat 12 (dua belas) aspek penilaian diantaranya pencapaian tujuan instruksional; sistematika penyajian; kemampuan menyajikan/ memfasilitasi program diklat; ketepatan waktu, kehadiran dan cara menyajikan; penggunaan metode dan sarana diklat; sikap dan perilaku; cara menjawab pertanyaan dari peserta; penggunaan bahasa; pemberian motivasi kepada peserta; penguasaan materi; kerapian berpakaian dan kerjasama antar widyaiswara. Peserta memberi nilai dengan rentang antara 50 – 100 untuk setiap aspek.
Nilai yang diberikan oleh peserta ini mencerminkan persepsi peserta mengenai kemampuan mengajar para instruktur/ widyaiswara. Peserta menerima stimulus dari lingkungan kemudian pemahaman atas stimulus tersebut dituangkan dalam bentuk nilai (Thoha, 1998). Stimulus dalam konteks ini adalah kemampuan mengajar instruktur/ widyaiswara. Interpretasi peserta mengenai kemampuan mengajar dituangkan dalam bentuk nilai pada Lembar Evaluasi Instruktur/ Widyaiswara. Nilai yang diberikan oleh peserta pada setiap aspek menunjukkan pendapatnya tentang kemampuan mengajar para tenaga pengajar berdasarkan kedua belas aspek penilaian dalam Lembar Evaluasi Instruktur/ Widyaiswara.
Setiap proses belajar selalu dimulai melalui persepsi setelah pembelajar menerima stimulus dari lingkungan. Pada penelitian Hermawati (2010) disebutkan bahwa variabel yang paling berhubungan dengan motivasi belajar adalah persepsi tentang kemampuan mengajar tenaga pengajarnya. Pada penelitian yang lain, didapatkan hasil bahwa persepsi tentang ketrampilan mengajar tenaga pengajarnya pun berpengaruh juga terhadap prestasi belajar peserta didik (Satmoko, 2013). Persepsi peserta diklat menjadi penting karena merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi pendukung ataupun penghalang dalam proses transfer pembelajaran (Taylor, 2005).
Tenaga pengajar Diklat Sistem Industri 1 berasal dari beberapa dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) dan widyaiswara Balai Diklat Industri (BDI) Surabaya. Susunan tim pengajar dalam 2 (dua) tahun terakhir, yaitu tahun 2013 dan 2014, berbeda kecuali mata diklat Manajemen IKM, Statistika Industri dan Manajemen Keuangan. Meskipun berbeda pengajar, para instruktur/ widyaiswara harus memenuhi standar kerja yang sama. Lebih lanjut, kemampuan minimum yang dibutuhkan agar standar kerja terpenuhi juga sama untuk setiap instruktur/ widyaiswara.
Pergantian beberapa anggota tim pengajar memungkinkan munculnya persepsi yang berbeda mengenai kemampuan mengajar para pengajar. Robbins (2009) mengungkapkan terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu obyek yang dipersepsi, individu yang mempersepsi dan situasi. Instruktur/ widyaiswara dalam penelitian merupakan obyek yang dipersepsi, terutama mengenai kemampuan mengajarnya. Sedangkan individu yang mempersepsi adalah para peserta diklat dengan situasi proses belajar mengajar dalam Diklat Sistem Industri 1. Persepsi yang terbentuk pada masing-masing peserta tergantung pada stimulus-stimulus yang diberikan oleh para tenaga pengajar pada saat proses pembelajaran.
Lebih lanjut, perbedaan pengajar memungkinkan perbedaan pemberian stimulus sehingga memungkinkan juga penilaian pun berbeda dari peserta diklat. Akan tetapi para tenaga pengajar tersebut harus memenuhi standar kerja yang sama sehingga seharusnya tidak ada perbedaan persepsi tentang kemampuan mengajarnya dari para peserta diklat. Apabila pada kenyataannya terjadi perbedaan persepsi maka terdapat kemungkinan ada beberapa aspek penilaian yang belum memenuhi harapan para peserta diklat. Dugaan mengenai perbedaan dan persamaan persepsi, sebagai akibat dari pemberian stimulus yang berbeda dan standar kerja yang sama tersebut perlu dibuktikan secara empiris agar penarikan kesimpulannya lebih obyektif.
Menurut Walgito (2001) proses persepsi dimulai dari obyek yang menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Obyek dan stimulus itu berbeda tetapi adakalanya menjadi satu. Dalam konteks ini obyeknya adalah instruktur/ widyaiswara sedangkan stimulusnya adalah semua aktivitas instruktur/ widyaiswara ketika melakukan proses belajar mengajar.
Proses terbentuknya persepsi diawali dari proses fisik yaitu ketika stimulus mengenai alat indera. Selanjutnya terjadi proses fisiologis yaitu ketika stimulus diteruskan saraf sensori ke otak. Pada organ otak ini terjadi proses kesadaran/ psikologis sehingga seseorang dapat menyadari apa yang dilihat, dirasa, diraba dan dicium (ditangkap panca indera). Proses berikutnya, individu merespon stimulus sebagai akibat dari persepsi dan respon tersebut dapat bervariasi pada tiap individu. Dalam proses persepsi perlu ada perhatian sebagai langkah persiapan untuk persepsi karena individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Stimulus yang direspon sebagai hasil dari persepsi individu tergantung pada perhatian yang bersangkutan. Individu menerima bermacam-macam stimulus dari lingkungan. Akan tetapi individu mengadakan seleksi pada stimulus yang diterimanya, kemudian menyadarinya dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.
Perhatian individu dibatasi pada 12 (dua belas) aspek penilaian instruktur/ widyaiswara yaitu pencapaian tujuan instruksional; sistematika penyajian; kemampuan menyajikan/ memfasilitasi program diklat; ketepatan waktu, kehadiran dan cara menyajikan; penggunaan metode dan sarana diklat; sikap dan perilaku; cara menjawab pertanyaan dari peserta; penggunaan bahasa; pemberian motivasi kepada peserta; penguasaan materi; kerapian berpakaian dan kerjasama antar widyaiswara. Respon yang diharapkan dari peserta pun sebatas kedua belas aspek tersebut.
Seseorang dapat memberikan pendapat tentang obyek tertentu setelah mengalami proses selektif terhadap rangsangan. Proses memberikan nilai pada suatu obyek ini menjadi dasar munculnya pengukuran persepsi (Thoha, 1998). Alat ukur dalam menentukan persepsi dapat menggunakan kuesioner. Kuesioner yang dipakai dapat berupa kuesioner tidak langsung yaitu responden menjawab tentang orang lain (Walgito, 2001). Secara konseptual definisi persepsi adalah respon individu sebagai hasil dari rangkaian proses fisik, fisiologis dan psikologis atas perhatian selektifnya pada suatu stimulus yang dituangkan dalam sebuah nilai.
Persepsi menurut Robbins (2002) tergantung pada perceiver, target dan situasi. Agar dapat mempersepsi maka perlu adanya obyek yang dipersepsi, indera atau reseptor dan perhatian (atensi) (Winardi, 2002, dalam Sarwono, 2009). Perceiver (individu yang sedang mempersepsi) adalah peserta diklat sistem industri tahun 2013 dan 2014. Subyek yang dipersepsi adalah instruktur/ widyaiswara di tiap mata diklat yang diampu. Target atau harapan yang diinginkan peserta diklat dapat disejajarkan dengan standar kerja yang telah ditentukan. Situasi (lingkungan di sekitar individu) adalah Balai Diklat Industri Surabaya dan suasana Diklat Sistem Industri 1. Dari sisi perceiver, karakteristik perceiver yang bisa didapatkan oleh peneliti hanya latar belakang pendidikan. Secara umum latar belakang pendidikan peserta Diklat Sistem Industri 1 tahun 2013 dan 2014 komposisinya hampir sama yaitu 56% berlatarbelakang pendidikan S1 teknik dan selebihnya non teknik. Akan tetapi, meskipun komposisinya hampir sama tidak menjadikan persepsi peserta menjadi sama. Dari sisi subyek yang dipersepsi, karakteristik latar belakang pendidikan tenaga pengajarnya mulai dari S1 non teknik sampai dengan profesor. Lima diantaranya berprofesi sebagai dosen sehingga kemampuan mengajarnya sudah tidak diragukan lagi. Tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar para tenaga pengajar yang bervariasi ini pun dapat menjadi sumber perbedaan persepsi bagi para peserta diklat. Dari sisi harapan peserta diklat, dalam konteks ini terpenuhi ketika pengajar mencapai standar kerja, juga dapat memberikan persepsi yang berbeda. Standar kerja terpenuhi ketika penilaian peserta berada pada kriteria memenuhi harapan dan sangat memenuhi harapan. Berikutnya situasi pelaksanaan diklat, baik di dalam maupun di luar proses belajar mengajar, dapat memberikan nilai persepsi yang berbeda bagi peserta diklat. Contoh yang paling kecil, kelengkapan sarana pembelajaran dapat mendukung persepsi peserta diklat menjadi lebih positif pada tenaga pengajar.
Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney didapatkan gambaran bahwa terdapat empat simpulan persepsi peserta Diklat Sistem Industri 1 tentang kemampuan mengajar instruktur/ widyaiswara ketika disejajarkan dengan susunan tenaga pengajarnya diantaranya,
- Persepsi peserta sama, dengan tenaga pengajar yang sama
- Persepsi peserta berbeda, dengan tenaga pengajar yang berbeda
- Persepsi peserta sama, dengan tenaga pengajar yang berbeda
- Persepsi peserta berbeda, dengan tenaga pengajar yang sama
Pembahasan untuk persepsi peserta sama, dengan tenaga pengajar yang sama sebagai berikut. Sesuai simpulan hasil uji beda, instruktur/ widyaiswara pada mata diklat Manajemen IKM dan Statistika Industri dinilai peserta diklat telah memiliki kecakapan dalam mengerjakan tugasnya sesuai dengan standar kerja. Lebih lanjut, instruktur/ widyaiswara tersebut memperlihatkan kemampuan mengajar yang konsisten memenuhi standar kerja meskipun menghadapi peserta yang berbeda. Tenaga pengajar tersebut dapat memenuhi kedua belas aspek penilaian pada kriteria memenuhi harapan dan atau sangat memenuhi harapan untuk tiap aspeknya. Kedua belas aspek tersebut adalah pencapaian tujuan instruksional, sistematika penyajian, kemampuan menyajikan dan memfasilitasi program diklat, ketepatan waktu kehadiran dan cara menyajikan, penggunaan metode dan sarana diklat, sikap dan perilaku, cara menjawab pertanyaan dari peserta, penggunaan bahasa, pemberian motivasi kepada peserta, penguasaan materi, kerapian berpakaian dan kerjasama antar widyaiswara. Sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga pengajar tersebut sudah profesional dalam menjalankan tugasnya karena dapat menunjukkan kemampuan yang sama meskipun menghadapi situasi pembelajaran yang berbeda.
Pembahasan untuk persepsi peserta berbeda dengan tenaga pengajar berbeda sebagai berikut. Penilaian peserta diklat mengenai pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan pengalaman tenaga pengajar pada mata diklat Dasar Sistem Industri, Lean Manufacturing, Manajemen Pemasaran dan Perkembangan Sektor Industri berbeda untuk tahun 2013 dan 2014. Pada faktanya, pengajar mata diklat Dasar Sistem Industri dan Perkembangan Sektor Industri pada tahun 2014 memiliki pengalaman mengajar lebih banyak dan wawasan lebih luas daripada pengajar pada tahun 2013. Hal ini dapat ditelusuri melalui curriculum vitae para tenaga pengajar tersebut. Sedangkan untuk mata diklat Lean Manufacturing dan Manajemen Pemasaran pada tahun 2013 tenaga pengajarnya berupa tim yang terdiri dari 2 (dua) orang pengajar dan pada tahun 2014 hanya 1 (satu) orang tenaga pengajar. Kemampuan mengajar, terutama dari segi pengalaman mengajar dan wawasan, yang diperlihatkan oleh masing-masing anggota tim pengajar pada tahun 2013 berbeda. Hal ini dapat ditelusuri juga dari curriculum vitae para tenaga pengajarnya. Sehingga peserta diklat mempersepsikan berbeda ketika mengisi penilaian pada lembar evaluasi instruktur/ widyaiswara. Pada tahun 2014, kedua mata diklat tersebut diampu oleh tenaga pengajar yang pengalaman dan wawasannya lebih banyak sehingga penilaian peserta juga berbeda.
Pembahasan mengenai persepsi peserta sama dengan tenaga pengajar yang berbeda sebagai berikut. Penilaian peserta diklat mengenai kemampuan mengajar instruktur/ widyaiswara pada Dinamika Kelompok, Perencanaan dan Pengendalian, Kunjungan Industri dan Presentasi Kunjungan Industri untuk tahun 2013 dan 2014 adalah sama meskipun tenaga pengajarnya berbeda. Peserta diklat menilai para tenaga pengajar tersebut memiliki pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan pengalaman yang hampir sama dalam memenuhi kedua belas aspek penilaian instruktur/ widyaiswara. Dapat dikatakan para instruktur/ widyaiswara tersebut mampu memenuhi standar kerja yang ditentukan sehingga tidak ada perbedaan persepsi pada peserta diklat meskipun individu pengajarnya berbeda.
Pembahasan mengenai persepsi peserta berbeda dengan tenaga pengajar yang sama sebagai berikut. Simpulan ini menarik untuk ditelusuri latar belakangnya. Dengan individu pengajar yang sama pada tahun yang berbeda maka asumsinya memiliki kecakapan mengajar yang sama sehingga persepsi peserta diklat juga sama. Akan tetapi ditemukan simpulan bahwa persepsi peserta diklat berbeda pada tahun yang berbeda. Setelah ditelusuri pada rekap penilaian peserta diklat, persepsi peserta diklat pada tahun 2014 lebih baik daripada ketika tahun 2013. Range pemenuhan kriteria pada tahun 2014 antara memenuhi harapan dan sangat memenuhi harapan. Sedangkan pada tahun 2013, ada beberapa peserta yang menilai tidak memenuhi harapan dan kurang memenuhi harapan pada kedua belas aspek penilaian instruktur/ widyaiswara. Tenaga pengajar mata diklat Manajemen Keuangan ini, dengan kecakapan mengajar yang dimilikinya (dalam hal ini pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan pengalaman mengajar) telah memperbaiki proses pengerjaan tugasnya sehingga penilaian peserta diklat pada tahun 2014 lebih bagus daripada penilaian ketika tahun 2013. Tenaga pengajar tersebut memperbaiki cara kerjanya agar dapat memenuhi standar kerja yang tercantum pada kedua belas aspek penilaian instruktur/ widyaiswara.
Sesuai pembahasan di atas terdapat satu kasus yang menunjukkan adanya persepsi yang berbeda tentang kemampuan mengajar pada beberapa mata diklat. Hal ini terjadi pada tenaga pengajar selain dosen. Sehingga perlu ada upaya untuk meningkatkan kecakapan mengajar widyaiswara. Sesuai dengan definisi, kecakapan yang dimaksud berupa pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan pengalaman. Selain dengan menambah kesempatan mengajar, perlu ada kegiatan periodik untuk meningkatkan kecakapan mengajar. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan semacam coaching yang dilakukan intern widyaiswara. Coaching yang dilakukan berfokus pada kedua belas aspek penilaian yang perlu diperbaiki.